Ada
beberapa faktor penyebab yang memungkinkan terjadinya fraud antara lain:
1. Kebutuhan (need) dimana situasi pemegang polis dan/atau tertanggung sebelum terjadinya kerugian sedang mengalami kesulitan keuangan;
2. Kesempatan (opportunity) misalnya sebab kerugian yang tidak dapat ditelusuri atau ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang polis dan/atau tertanggung untuk mengajukan kaim fiktif;
3. Keserakahan (greed).
1. Kebutuhan (need) dimana situasi pemegang polis dan/atau tertanggung sebelum terjadinya kerugian sedang mengalami kesulitan keuangan;
2. Kesempatan (opportunity) misalnya sebab kerugian yang tidak dapat ditelusuri atau ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang polis dan/atau tertanggung untuk mengajukan kaim fiktif;
3. Keserakahan (greed).
Contoh
kasus 1:
Klaim meninggal dunia yang terjadi di Medan dan Jambi. Tertanggung dan atau pemegang polis pada saat penutupan polis (usia polis 6 bulan) oleh salah-satu perusahaan asuransi di Indonesia tidak mengungkapkan fakta dengan sebenarnya. Tertanggung dan atau pemegang polis menyatakan bahwa tidak pernah memiliki suatu penyakit, dan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun tidak pernah melakukan tindakan operasi.
Dalam
kasus tersebut terdapat kesimpulan bahwa pada saat penutupan asuransi si tertanggung dan atau pemegang polis tidak mengungkapkan fakta
material yang sebenarnya dengan jujur bahwa dirinya mengidap suatu penyakit
yang berbahaya, yang apabila penyakit tersebut diungkapkan maka akan
mempengaruhi pertanggungan, oleh karenanya sesuai dengan pasal 521 KUH Dagang
pertanggungan menjadi batal. Pelaku kecurangan dalam dalam penyembunyian fakta
material (misrepresentation material fact) ini adalah agen, pemegang polis,
ahli waris dan dokter.
Contoh Kasus 2:
Seorang direktur penjualan dari sebuah perusahaan produk elektronik tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya ketika ditanyakan mengenai adanya keanehan dalam data-data penjualan. Setelah dilakukan investigasi, ternyata mantan direktur tersebut terlibat dalam proses penjualan yang ternyata palsu. Modus pola fraud dilakukan dengan:
1. Kuitansi penjualan atas nama pembeli tertentu dibuat
2. Tagihan palsu dikeluarkan
3. Barang persediaan dikeluarkan dari gudang penyimpanan seolah-olah akan dikirimkan ke pembeli (barang tersebut kemudian dijual sendiri oleh direktur keuangan dan uangnya masuk ke kantong pribadi)
Penjualan dicatat dalam sistem akuntansi dan beberapa waktu kemudian dihapuskan sebagai ‘non-inventory return credits’ atau retur penjualan non-persediaan.